Oleh: Desi Nofianti S, Pd
(Guru SMK)
Awal tahun 2019 ini publik di hadiahkan dengan keluarnya pernyataan beberapa rumah sakit untuk menyetop pelayanan untuk jaminan kesehatan baik nasiona maupun mandiri. Di soloraya sebuah rumah sakit pelayanannya di stop secara mendadak, yang baiasanya dikunjungi tiap hari 400-500 orang perhari, Sontak menjadi riuh. Rakyat yang mau berobat di buat kecele.
Badan yang dijamin UU ini memang tak habis-habisnya mendulang omongan di tengah masyarakat selalu mengundang gosip yang jurusnya selalu tekor dan tekor alias defisit. Tak henti-hentinya menjadikan bahan obrolan sensasi ditengah masyarakat, kali ini kecaman panas datang dari Dewan, seperti di kutip :” Rafli, anggota DPD RI Provinsi Aceh menyampaikan, sebelum ada program Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan. Di Aceh, sudah ada program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang berjalan dengan baik. ”Setelah ada BPJS Kesehatan justru masyarakat jadi sulit. Saya usul bagaimana jika BPJS Kesehatan kita bubarkan saja?” (www.dpd.go.id/berita-867-BPJS-perlukah-dibubarkan). Anggota dewan tersebut meminta untuk ditindak saja si badan , ini karena mencampuradukan jaminan sosial dengan asuransi. Jelaslah hal ini di sambut gegap gempita sama masyarakat gimana kagak, tiap bulan di suruh bayar, kalau telat denda, giliran tidak bayar kena sanksi, kalau ga sakit hilang duitnya. Awal dibentuk tahun 2014, memang sudah menuai kontra dari beberapa elemen tak terkecuali di kabupaten penajam paser utara, pada kamis 11/10/2018 :” BPJS harus bertanggung jawab kepada setiap peserta yang menggunakan kartu BPJS yang ditelantarkan RSUD. Sementara biaya rujukan dan rujuk balik tidak boleh dibebankan kepada pasien dan apabila ada masyarakat PPU yang memerlukan jasa ambulance tidak dipungut biaya terlebih orang meninggal dunia,” (www.kalimanthana.penajam.com). Hal ini pun disambut positif oleh bupati PPU yang menyatakan akan siap menganggarkan 30 Milyar untuk pemabayaran iuran BPJS, bagi kesehatan 140 ribu warga, diluar PBI APBN, PNS maupun TNI/polri maupun pegawai swasta. Kesehatan adalah sesuatu teramat dibutuhkan oleh siapa saja karena memang kebutuhan yang mendasar, bagaimana mau berbuat jika tak sehat, bagaimana mau mikir kalau sakit, gimana mau bangun bangsa jika sakit-sakitan, Gimana mau sehat kalau mahal. Tapi itulah yang terjadi dengan badan jaminan ini, lagi –lagi tekor.
Corak ideologi kapitalistik lah yang menjadikan badan ini selalu jungkir balik, seperti yang dikatakan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, memaparkan sejak 2014 hingga per 31 Agustus 2017 total defisit yang dialami BPJS Kesehatan mencapai Rp 17 triliun. Angka defisit ini dinilai Timboel Siregar sebagai dampak dari adanya penerimaan iuran yang kurang optimal dan pembiayaan yang belum terkendali. Di sisi lain, BPJS Kesehatan mencatat perubahan profil morbiditas atau orang yang terkena penyakit, menjadi penyebab lain terjadinya defisit. Pada 2018, jumlah pengidap penyakit kronis bertambah dibanding tahun sebelumnya sehingga menambah beban pelayanan BPJS Kesehatan yg menambah defisit. Defisit keuangan yang dialami BPJS dikarenakan pembayaran iuran peserta. Baik peserta penerima bantuan iuran pemerintah maupun peserta mandiri, masih lebih rendah dibandingkan dengan beban pelayanan kesehatan yang harus ditanggung badan itu.Tahun lalu jumlah beban manfaat yang dikeluarkan sebesar Rp 84 triliun. Sedangkan iuran yang diperoleh sebesar Rp 74 triliun. Defisit sekitar Rp 10 triliun. Pemerintah kemudian ikut menambal defisit sebesar Rp 3,6 triliun. Sementara data per 31 Oktober 2018 defisit mencapai angka Rp 16,5 triliun.(Kompasiana,31/10/2018). Karena keuangannya juga mengalami penurunan terpaksa mengambil jurus Salah satunya dengan mengetatkan sanksi terhadap peserta yang masih menunggak iuran bulanan. Sanksi tersebut antara lain: “ Sebagaimana dalam pasal 9 ayat 1 dan 2 sanksi yang disebutkan dalam pasal 9 meliputi tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada yang dikenai penerima, seperti perizinan terkait usaha, izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing dan izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dan izin mendirikan bangunan ( IMB ). Sanksi yang dikenakan kepada setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan PBI juga akan terganjal perizinan seperti IMB, mengurus SIM, STNK, sertifikat tanah bahkan paspor. “Seperti dilansir (tribunnews, 12/11/2018)
Akar Masalah.
Pemimpin adalah pemangku jabatan , tugasnya mengurus rakyat. Dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. Para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada hari kiamat, apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak. tapi ini berbanding terbalik, rakyatlah yang membayar untuk kesehatannya, karena memang kapitalisme masih nonggol maka tak heran jika iuran yang dibayarkan dijadikan investasi, beli saham, obligasi dan lainnya, karena perintah undang-undang, Juga dipakai untuk menggaji para petinggi, karyawan dan operasional BPJS. Tidak ada bedanya dengan asuransi murni, bedanya BPJS dipaksa pakai undang-undang. Orientasi jaminan kesehatan sesuai namanya tidak akan terjadi karena mengdepankan laba/keuntungan seperti yang di sampaikan “Bendahara Umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), Eno Enothezia. Ada terjadi transaksi dagang or bisnis yang menggiurkan. Jika kita mau jeli, badan ini bukan menjamin sesuai namanya tapi malah menjadi usaha yang tolak ukurnya jualan alias dagang. Maka jangan heran jika kita lihat, atau kita dengar masih sakit tapi koq disuruh pulang, suruh ngurus administrasi lagi. Maka tak heran pula jika banyak penyakit yang dipangkas. Maka tak heran pula sering defisit jika itulah watak dari kapitalisme Bagaimana bisa mengcover pelayanan kesehatan.
Solusi islam
Kesehaatan adalah hal yang urgen karena menyangkut kebutuhan, kesehatan gratis sebenarnya pernah dirasakan ketika masa peradaban islam, dalam islam tidak ada skat-skat mau dia dokter, insiyur, buruh, guru, melarat, PNS, militer, muslim bahkan non muslim semua gratis tapi karena masih dihinggapin kapitalis jadi susah memahamainya, masyarakat beranggapan mustahil ada pelayanan kesehatan gratis. Kalaupun ada, kualitasnya pasti diragukan. Namun nyatanya, hal yang seperti itu pernah ada pada masa kekhilafahan Islam. Bangunan aqidah islam yang kokoh menjamin setiap muslim untuk tunduk kepada Allah. Pemimpin sebagai penjalan roda pemerintahan memeiliki andil yang besar dalam menjalankan syariat Allah. Sebagai contoh pada kekhalifahan islam menyediakan banyak rumah sakit kelas satu dan dokter di beberapa kota: Baghdad, Damaskus, Kairo, Yerusalem, Alexandria, Cordova, Samarkand dan banyak lagi. Kota Baghdad sendiri memiliki enam puluh rumah sakit dengan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan dan memiliki lebih dari 1.000 dokter. Rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri, didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu mengakomodasi 8.000 pasien. Ada dua petugas untuk setiap pasien yang melakukan segala sesuatu untuk diri pasien agar mendapatkan kenyamanan dan kemudahan. Setiap pasien mendapat ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien baik rawat inap maupun rawat jalan diberi makanan dan obat-obatan secara gratis. Pada masa itu juga terdapat apotek dan klinik berjalan untuk perawatan medis bagi orang-orang cacat dan mereka yang tinggal di desa-desa. Khalifah Al-Muqtadir Billah, memerintahkan bahwa setiap unit apotek dan klinik berjalan harus mengunjungi setiap desa dan tetap di sana selama beberapa hari sebelum pindah ke desa berikutnya.Semua itu bisa karena sistem pemerintahan Khilafah menerapkan aturan Islam secara sempurna. Islam menempatkan negara sebagai peri’ayah atau pengatur urusan rakyat, mereka bertanggung jawab atas terpenuhinya hajat hidup rakyat. Paradigma ini membuat aparatur negara fokus melayani rakyat tanpa berpikir untung-rugi. Abai terhadap kebutuhan rakyat, artinya abai terhadap tanggung jawab yang dibebankan oleh Allah subhanahu wa ta‘ala. Nabi ï·º bersabda: "Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Hal ini merupakan bukti bahwa kesehatan adalah salah satu kebutuhan azasi yang harus dipenuhi oleh negara, tanpa harus memungut bayaran sepeserpun dari rakyat. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, pengelolaan kekayaan alam dan aset negara secara mandiri memungkinkan kesanggupan negara untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, termasuk dalam hal kesehatan dan pengobatan. Jika dana yang tersedia benar-benar tidak mencukupi, atau negara dalam kondisi ekonomi terpuruk, maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat Islam untuk memenuhi defisit anggaran. Namun hal ini bersifat kondisional saja, tidak terus-menerus. Negara wajib segera mencari cara untuk memulihkan kondisi perekonomiannya. Bukan hanya masalah biaya pelayanan, negara di dalam Islam wajib mencukupi ketersediaan sarana-prasarana kesehatan dan pengobatan, obat-obatan, penyelenggaraan pendidikan SDM tenaga kesehatan, serta keseluruhan tata kelola kesehatan dan penunjangnya. Tentu saja, negara wajib pula memperhatikan kesejahteraan tenaga medis yang telah mengabdikan diri sebagai pelayan masyarakat di bidang kesehatan. rakyat tidak terbebani oleh biaya kesehatan. Begitupun dengan rumah sakit dan para tenaga medis, mereka dapat melayani pasien dengan tenang dan profesional, serta memberikan pengobatan yang maksimal tanpa dibebani keterbatasan anggaran. Namun harus dipahami bahwa pelayanan kesehatan dalam Islam merupakan upaya promotif preventif berbasis sistem. Sistem kehidupan Islam secara keseluruhan, mulai dari sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Khilafah, sistem pergaulan Islam, hingga sistem pemerintah Islam bersifat konstruktif terhadap upaya promotif preventif. Maka akan terwujud masyarakat dengan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, lingkungan yang sehat, perilaku seks yang sehat, epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik http://helpsharia.com/2017/01/12/layanan-kesehatan-di-negara-khilafah/). Begitulah aturan Islam terkait bidang kesehatan. Dengan sistem ini akan terwujud masyarakat yang sehat badannya dan juga jiwanya. Dan tentu akan lebih sempurna jika Islam diterapkan dalam seluruh bidang kehidupan tersebut. Maka akan terlihat nyata bahwa Islam memang benar-benar membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.
(Guru SMK)
Awal tahun 2019 ini publik di hadiahkan dengan keluarnya pernyataan beberapa rumah sakit untuk menyetop pelayanan untuk jaminan kesehatan baik nasiona maupun mandiri. Di soloraya sebuah rumah sakit pelayanannya di stop secara mendadak, yang baiasanya dikunjungi tiap hari 400-500 orang perhari, Sontak menjadi riuh. Rakyat yang mau berobat di buat kecele.
Badan yang dijamin UU ini memang tak habis-habisnya mendulang omongan di tengah masyarakat selalu mengundang gosip yang jurusnya selalu tekor dan tekor alias defisit. Tak henti-hentinya menjadikan bahan obrolan sensasi ditengah masyarakat, kali ini kecaman panas datang dari Dewan, seperti di kutip :” Rafli, anggota DPD RI Provinsi Aceh menyampaikan, sebelum ada program Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan. Di Aceh, sudah ada program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang berjalan dengan baik. ”Setelah ada BPJS Kesehatan justru masyarakat jadi sulit. Saya usul bagaimana jika BPJS Kesehatan kita bubarkan saja?” (www.dpd.go.id/berita-867-BPJS-perlukah-dibubarkan). Anggota dewan tersebut meminta untuk ditindak saja si badan , ini karena mencampuradukan jaminan sosial dengan asuransi. Jelaslah hal ini di sambut gegap gempita sama masyarakat gimana kagak, tiap bulan di suruh bayar, kalau telat denda, giliran tidak bayar kena sanksi, kalau ga sakit hilang duitnya. Awal dibentuk tahun 2014, memang sudah menuai kontra dari beberapa elemen tak terkecuali di kabupaten penajam paser utara, pada kamis 11/10/2018 :” BPJS harus bertanggung jawab kepada setiap peserta yang menggunakan kartu BPJS yang ditelantarkan RSUD. Sementara biaya rujukan dan rujuk balik tidak boleh dibebankan kepada pasien dan apabila ada masyarakat PPU yang memerlukan jasa ambulance tidak dipungut biaya terlebih orang meninggal dunia,” (www.kalimanthana.penajam.com). Hal ini pun disambut positif oleh bupati PPU yang menyatakan akan siap menganggarkan 30 Milyar untuk pemabayaran iuran BPJS, bagi kesehatan 140 ribu warga, diluar PBI APBN, PNS maupun TNI/polri maupun pegawai swasta. Kesehatan adalah sesuatu teramat dibutuhkan oleh siapa saja karena memang kebutuhan yang mendasar, bagaimana mau berbuat jika tak sehat, bagaimana mau mikir kalau sakit, gimana mau bangun bangsa jika sakit-sakitan, Gimana mau sehat kalau mahal. Tapi itulah yang terjadi dengan badan jaminan ini, lagi –lagi tekor.
Corak ideologi kapitalistik lah yang menjadikan badan ini selalu jungkir balik, seperti yang dikatakan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, memaparkan sejak 2014 hingga per 31 Agustus 2017 total defisit yang dialami BPJS Kesehatan mencapai Rp 17 triliun. Angka defisit ini dinilai Timboel Siregar sebagai dampak dari adanya penerimaan iuran yang kurang optimal dan pembiayaan yang belum terkendali. Di sisi lain, BPJS Kesehatan mencatat perubahan profil morbiditas atau orang yang terkena penyakit, menjadi penyebab lain terjadinya defisit. Pada 2018, jumlah pengidap penyakit kronis bertambah dibanding tahun sebelumnya sehingga menambah beban pelayanan BPJS Kesehatan yg menambah defisit. Defisit keuangan yang dialami BPJS dikarenakan pembayaran iuran peserta. Baik peserta penerima bantuan iuran pemerintah maupun peserta mandiri, masih lebih rendah dibandingkan dengan beban pelayanan kesehatan yang harus ditanggung badan itu.Tahun lalu jumlah beban manfaat yang dikeluarkan sebesar Rp 84 triliun. Sedangkan iuran yang diperoleh sebesar Rp 74 triliun. Defisit sekitar Rp 10 triliun. Pemerintah kemudian ikut menambal defisit sebesar Rp 3,6 triliun. Sementara data per 31 Oktober 2018 defisit mencapai angka Rp 16,5 triliun.(Kompasiana,31/10/2018). Karena keuangannya juga mengalami penurunan terpaksa mengambil jurus Salah satunya dengan mengetatkan sanksi terhadap peserta yang masih menunggak iuran bulanan. Sanksi tersebut antara lain: “ Sebagaimana dalam pasal 9 ayat 1 dan 2 sanksi yang disebutkan dalam pasal 9 meliputi tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada yang dikenai penerima, seperti perizinan terkait usaha, izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing dan izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dan izin mendirikan bangunan ( IMB ). Sanksi yang dikenakan kepada setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan PBI juga akan terganjal perizinan seperti IMB, mengurus SIM, STNK, sertifikat tanah bahkan paspor. “Seperti dilansir (tribunnews, 12/11/2018)
Akar Masalah.
Pemimpin adalah pemangku jabatan , tugasnya mengurus rakyat. Dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. Para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada hari kiamat, apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak. tapi ini berbanding terbalik, rakyatlah yang membayar untuk kesehatannya, karena memang kapitalisme masih nonggol maka tak heran jika iuran yang dibayarkan dijadikan investasi, beli saham, obligasi dan lainnya, karena perintah undang-undang, Juga dipakai untuk menggaji para petinggi, karyawan dan operasional BPJS. Tidak ada bedanya dengan asuransi murni, bedanya BPJS dipaksa pakai undang-undang. Orientasi jaminan kesehatan sesuai namanya tidak akan terjadi karena mengdepankan laba/keuntungan seperti yang di sampaikan “Bendahara Umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB), Eno Enothezia. Ada terjadi transaksi dagang or bisnis yang menggiurkan. Jika kita mau jeli, badan ini bukan menjamin sesuai namanya tapi malah menjadi usaha yang tolak ukurnya jualan alias dagang. Maka jangan heran jika kita lihat, atau kita dengar masih sakit tapi koq disuruh pulang, suruh ngurus administrasi lagi. Maka tak heran pula jika banyak penyakit yang dipangkas. Maka tak heran pula sering defisit jika itulah watak dari kapitalisme Bagaimana bisa mengcover pelayanan kesehatan.
Solusi islam
Kesehaatan adalah hal yang urgen karena menyangkut kebutuhan, kesehatan gratis sebenarnya pernah dirasakan ketika masa peradaban islam, dalam islam tidak ada skat-skat mau dia dokter, insiyur, buruh, guru, melarat, PNS, militer, muslim bahkan non muslim semua gratis tapi karena masih dihinggapin kapitalis jadi susah memahamainya, masyarakat beranggapan mustahil ada pelayanan kesehatan gratis. Kalaupun ada, kualitasnya pasti diragukan. Namun nyatanya, hal yang seperti itu pernah ada pada masa kekhilafahan Islam. Bangunan aqidah islam yang kokoh menjamin setiap muslim untuk tunduk kepada Allah. Pemimpin sebagai penjalan roda pemerintahan memeiliki andil yang besar dalam menjalankan syariat Allah. Sebagai contoh pada kekhalifahan islam menyediakan banyak rumah sakit kelas satu dan dokter di beberapa kota: Baghdad, Damaskus, Kairo, Yerusalem, Alexandria, Cordova, Samarkand dan banyak lagi. Kota Baghdad sendiri memiliki enam puluh rumah sakit dengan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan dan memiliki lebih dari 1.000 dokter. Rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri, didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu mengakomodasi 8.000 pasien. Ada dua petugas untuk setiap pasien yang melakukan segala sesuatu untuk diri pasien agar mendapatkan kenyamanan dan kemudahan. Setiap pasien mendapat ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien baik rawat inap maupun rawat jalan diberi makanan dan obat-obatan secara gratis. Pada masa itu juga terdapat apotek dan klinik berjalan untuk perawatan medis bagi orang-orang cacat dan mereka yang tinggal di desa-desa. Khalifah Al-Muqtadir Billah, memerintahkan bahwa setiap unit apotek dan klinik berjalan harus mengunjungi setiap desa dan tetap di sana selama beberapa hari sebelum pindah ke desa berikutnya.Semua itu bisa karena sistem pemerintahan Khilafah menerapkan aturan Islam secara sempurna. Islam menempatkan negara sebagai peri’ayah atau pengatur urusan rakyat, mereka bertanggung jawab atas terpenuhinya hajat hidup rakyat. Paradigma ini membuat aparatur negara fokus melayani rakyat tanpa berpikir untung-rugi. Abai terhadap kebutuhan rakyat, artinya abai terhadap tanggung jawab yang dibebankan oleh Allah subhanahu wa ta‘ala. Nabi ï·º bersabda: "Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Hal ini merupakan bukti bahwa kesehatan adalah salah satu kebutuhan azasi yang harus dipenuhi oleh negara, tanpa harus memungut bayaran sepeserpun dari rakyat. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, pengelolaan kekayaan alam dan aset negara secara mandiri memungkinkan kesanggupan negara untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, termasuk dalam hal kesehatan dan pengobatan. Jika dana yang tersedia benar-benar tidak mencukupi, atau negara dalam kondisi ekonomi terpuruk, maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat Islam untuk memenuhi defisit anggaran. Namun hal ini bersifat kondisional saja, tidak terus-menerus. Negara wajib segera mencari cara untuk memulihkan kondisi perekonomiannya. Bukan hanya masalah biaya pelayanan, negara di dalam Islam wajib mencukupi ketersediaan sarana-prasarana kesehatan dan pengobatan, obat-obatan, penyelenggaraan pendidikan SDM tenaga kesehatan, serta keseluruhan tata kelola kesehatan dan penunjangnya. Tentu saja, negara wajib pula memperhatikan kesejahteraan tenaga medis yang telah mengabdikan diri sebagai pelayan masyarakat di bidang kesehatan. rakyat tidak terbebani oleh biaya kesehatan. Begitupun dengan rumah sakit dan para tenaga medis, mereka dapat melayani pasien dengan tenang dan profesional, serta memberikan pengobatan yang maksimal tanpa dibebani keterbatasan anggaran. Namun harus dipahami bahwa pelayanan kesehatan dalam Islam merupakan upaya promotif preventif berbasis sistem. Sistem kehidupan Islam secara keseluruhan, mulai dari sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Khilafah, sistem pergaulan Islam, hingga sistem pemerintah Islam bersifat konstruktif terhadap upaya promotif preventif. Maka akan terwujud masyarakat dengan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan, lingkungan yang sehat, perilaku seks yang sehat, epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik http://helpsharia.com/2017/01/12/layanan-kesehatan-di-negara-khilafah/). Begitulah aturan Islam terkait bidang kesehatan. Dengan sistem ini akan terwujud masyarakat yang sehat badannya dan juga jiwanya. Dan tentu akan lebih sempurna jika Islam diterapkan dalam seluruh bidang kehidupan tersebut. Maka akan terlihat nyata bahwa Islam memang benar-benar membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar