Langsung ke konten utama

ERA ROBOT PINTAR DAN KETAHANAN PANGAN ALA KAPITALIS

Oleh : Murni Arpani (Aktivis Muslimah)

Barat sadar betul, untuk menguasai suatu negara mereka perlu menguasi ketahanan pangannya. Inilah yang terjadi sekarang, Indonesia makin buruk ketahanan pangannya. Di samping adanya Revolusi Industri generasi ke empat yang memicu diresmikannya grand design Making Indonesia 4.0. Dimana belantika perpolitikan negeri hari-hari mendatang akan melaju pada satu tujuan yang terdikte dari dunia Barat. Tentu saja, hal ini sejalan dengan kerangka pengawalan Indonesia mewujudkan cita-cita kemoderatan desain dari Barat.

Sebagai bukti, BPS merilis data hingga tahun 2018 ini, luas lahan pertanian tinggal 7,1 juta hektar dari 7,75 juta hektar pada tahun 2017. Bandingkan pada tahun 1990 diketahui luas lahan baku sawah nasional 8,48 juta hektar. Sepuluh tahun berselang luasnya turun ke level 8,15 juta hektar. Penyebab utama penyusutan lahan tak lain adalah alih fungsi untuk tujuan non pertanian. Baik pembangunan infrastruktur, industrialisasi, perumahan, sarang walet, hingga perkebunan palawija.

Hasil survey BPS tahun 2017 menyebut tingkat kemiskinan di desa jauh lebih parah daripada di kota yang mayoritas penduduknha adalah petanu. Data terbaru menyebutkan terjadinya peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di desa menjadi 4,04 peraeb pada 2018 yang di antaranya disebabkan penyusutan lahan baku pertanian. Bahkan 2/3 petani di Indonesia adalah net food consumers, dengan kata lain mereka mengkonsumsi dan membeli pangan lebih banyak daripada pangan yang mereka tanam. Di samping itu impor pangan terus meningkat.
Kedepannya nanti ada lima sektor komoditas yang menjadi sasaran empuk dampak Revolusi Industry 4.0. Seperti kuliner, tekstil, otomotif, teknologi, dan industri kimia. Ini berlangsung ditandai dengan kemunculan superkomputer bersistem cyber-physical, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi.

Katanya, Making Indonesia 4.0 akan menyerap tenaga kerja. Sayangnya, rezim sendiri telah ingkar janji dengan mengizinkan dan mempermudah administrasi para imigran asing tersebut. Dengan kata lain, rezim sedang mengembangbiakkan TKA asal China dan melahirkan pengangguran secara bersamaan. Alibinya, mereka butuh tenaga ahli untuk beradaptasi di era digital ini.
Padahal apa yang terjadi di sana, di Jepang dan China serta negara-negara maju di dunia, yang mana telah mengoperasikan mesin robotik ini jumlah pengangguran kian membludak. Rumornya, setiap 10 robot dengan kecerdasan buatan mampu mem-PHK 10.000 buruh pekerja. Sebuah terobosan 'egois' sistem kapitalis untuk menekan biaya produksi.

Tak tanggung-tanggung, Kementan pun ingin mencoba 'peruntungan' ini melalui Badan Ketahanan Pangan Nasional. Kampus-kampus diharapkan menjadi motor penggerak era robot pintar ini. Para petani lokal dituntut bersaing dengan petani modern. Tak ayal, petani lokal yang kurang modal bisa saja tersingkir jika tak sanggup menyesuaikan diri. Sebab, pesaingnya (petani modern) datang dengan kekuatan kapitalis, pemiliki modal.

Bayangkan saja. Ingatkah dahulu, jika ingin makan nasi, para petani lokal harus merawat tanaman padi hingga enam bulan lamanya, belum lagi diselingi kegagalan panen, kecenderungan pemerintah mengimpor beras, dsbg.. Sekarang, para petani modern dengan penerapan ilmu rekayasa genetika, waktu bercocok tanam bisa dipangkas lebih singkat tiga bulan sudah siap panen. Para petani lokal pun pada akhirnya menghadapi kenyataan bahwa kartel-kartel raksasa korporasilah yang bertugas mengendalikan pasar bebas. Sementara pemerintah telah berlepas tangan atas nasib mereka.

Ingatkah dahulu, mulanya nasi diolah dengan mengandalkan keuletan tangan seorang ibu. Sekarang, di era super komputer yang memiliki kecerdasan buatan, vending machine merebak dimana-mana. Vending machine ialah sebuah robot mesin canggih yang fungsinya sebagai alat penjual produk secara otomatis. Mesin pembuat makanan instan dalam satu menit menjadi tren mutakhirnya teknologi. Besok-besok kalau vending machine ini menjamur di Indonesia mungkin kita akan lupa bagaimana nikmatnya menyantap nasi dan masakan ibu, karena semua orang ingin makanan instan.

Akibat dari sistem yang carut marut ini, ketahanan dan kedaulatan pangan makin terancam karena kehilangan produksi pangan yang sangat besar. Akibatnya ditingkat komsumen, harga bahan pangan terus meroket sehingga masyarakat makin sulit mengakses. Kondisi rawan hingga krisis pangan meluas bahkan memakan korban jiwa, termasuk anak-anak yang menderita stunting (malnutrisi/gizi buruk). Kemiskinan kian mendera.

Memang benar di sistem kapitalis ini, semakin maju era semakin tampak pula jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. Ibarat fenomena gunung es, angka kemiskinan di balik kertas selalu lebih besar dari yang tampak di permukaan. Bisa jadi, di era robotik nanti, kehidupan bukannya semakin membaik. Kualitas manusia sebagai pribadi yang luhur menurun. Biaya hidup semakin mahal. Lapangan kerja semakin sempit. Tenaga manusia digantikan dengan robot-robot pintar dengan dalih menekan biaya produksi. Hanya sedikit peluang yang diberikan kepada para bapak, dan hanya yang gesit yang akan survive. Apakah kreatif bisa membantu agar survive? Belum tentu. Di era baru ini, kapitalislah yang selalu menang. Siapa itu kapitalis? Merekalah para pemilik modal. Merekalah penguasa 99% hajat hidup rata-rata penduduk bumi.

Apa yang terjadi jika kemiskinan melanda suatu negeri? Diperparah lagi lukanya dengan masyarakat minus pengetahuan agama. Banyak orang akan terseret ke dalam lembah perniagaan hitam, jual beli kotor. Seorang ibu tega menjual putri kandungnya di kafe-kafe bordil. Seorang bapak menjual organ tubuh manusia demi menafkahi keluarga. Seorang renta tak lagi dihargai usahanya, bersaing dengan yang muda.
Pasar bebas mendukung akses penjualan narkoba, prostitusi, human trafficking, bahkan perdagangan senjata. Persaingan siapa yang mampu bertahan akan mendorong seseorang melakukan cara-cara licik. Tak dipungkiri lagi, bila hari ini saja kriminal dan amoralitas meningkat tajam. Nantinya akan terjadi sepuluh kali lipat peningkatan kualitas kejahatan. Benar saja kata Rasulullah saw, bahwa kemiskinan sangat dekat dengan kemaksiatan.

Disfungsi negara membalikkan peran periayahan masyarakat kepada swasta berakibat fatal membawa dampak ledakan yang tak terbendung. Ketika serangkaian UU liberal dan UU sekuler diterapkan, kemanfaatan SDA dan SDM dalam negeri sepenuhnya jatuh ke tangan asing asong dan aseng. Malapraktik kekuasaan yang dzalim menjerumuskan umat manusia tak ubahnya kelinci percobaan. Sementara keberadaan Parpol tak lagi berfaedah memuhasabah penguasa, justru menikung rakyat diam-diam. Sudah begitu, muncul pula ulama jahat yang menjilat kepada penguasa.

Padahal, Islam telah menetapkan bahwa pemerintah berfungsj sebagai pelayan (raain) dan juga pelindung (junnah). Karenanya negara wajib hadir menjamin terpenuhinya kebutuhan asasiah (pokok) bagi seluruh rakyatnya baik pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Kewajiban ini mutlak dijalankan sepenuhnya oleh negara dan tidak boleh dialihlan kepada pihak lain apalagi korporasi atau asing.
Terkait pangan, Islam memandang bahwa pangan adalah bagian hak rakyat. Sehingga pemenuhannya adalah tanggungjawab negara sebagai bagian dari pelaksana politik dalam negeri. Bahkan ketahanan pangan adalah salah satu pilar ketahanan negara yang wajib diwujudkan oleh Khilafah. Sebab hal inj berkonsekuensi pada stabilitas dalam negeri.

Dengan demikian, kehadiran negara bukanlah sebagai regulator melainkan secara penuh mengelola ketahanan pangan yang berpedoman pada syariah Islam. Politik pangannya akan mengarah pada tujuan yang memaslahatkan. Memenuhi hajat pangan rakyat dimanapun, dan kapanpun. Mencegah kejahatan pangan. Mewujudkan eksistensi politik negara. Serta memuat cadangan untuk kebutuhan logistik jihad dan menghadapi kondisi paceklik atau bencana.

Sejatinya, pangkal dari revolusi industri itu sendiri bergantung ideologi yang memboncenginya. Sistem kapitalisme yang mengendalikan Industry 4.0 adalah kamuflase wajah seram dari kejatuhan dan kebinasaan. Sisi positif perkembangan ilmu pengetahuan tidak menjadikan ilmuan dan cendekiawan Barat semakin mengenal Sang Penciptanya. Naasnya, hal ini berimbas pula kepada kaum muslim. Enggan ber-Islam kaffaah. Malas-malasan menerapkan Syariat. Serta cenderung berkiblat ke peradaban Barat dan dipaksa menerima Islam nusantara.
Making Indonesia 4.0 merupakan cita-cita kemoderatan yang didikte Barat. Agenda kecil dari sistem kapitalisme agar manusia survive menjadi jongos di negeri sendiri. Dan merupakan klimaks dari persiapan hancurnya sistem tersebut. Kemiskinan dan kriminalitas menjadi alat genosida masa kini. Bukan tidak mungkin, sistem ini akan hancur searah lajunya benturan kemanusiaan.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sulhan, Salah Satu Contoh Figur Petani Yang Gigih dan Ulet Dari Waru

Waru Penajam Terkini - Slogan petani adalah "Soko Guru"atau "Tiang Pilar" ekonomi suatu negara nyaris terlupakan karena tergerus oleh arus modernisasi global. Sementara para petani di mana-mana masih tetap semangat berusaha dan bekerja keras agar kekurangan bahan pangan di negeri nya sendiri dapat di hindari. Demikian juga Sulhan sekalipun medernisasi sudah merambah sampai ke Desa-desa,masih tetap giat dan semangat bertani, menggarap sawahnya untuk menanam padi. Tidak tanggung-tanggung lahan sawah yang di garapnya seluas tiga hektar. Musim kemarau yang sempat datang di musim tanam tidak mengendorkan semangatnya, sarana irigasi atau pengairan sistem pipanisasi yang sudah di sediakan oleh Dinas Pertanian di manfaatkan sebagaimana fungsinya untuk mengairi tanaman padinya. Di samping Sulhan sebagai petani muda yang sukses ada sang istri tercinta Rusmawati yang selalu menemani dan mensuport agar tetap semangat demi masa depan keluarga Sulhan sendiri selain peta...

Warga Ngeluruk ke Kelurahan, Minta Solusi Imbas Pemortalan Akses Jalan Tani

Penajam Terkini - Sedikitnya 40 warga mendatangi Kantor Kelurahan Waru Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim, pasalnya tuntutan warga agar segera dipenuhi tentang pemortalan akses jalan tani, Kamis, 25/4/2019. Berujung 2 Kelompok Tani di Kelurahan Waru ini mendesak pihak Kelurahan agar merealisasikan tuntutan warga untuk pembuatan jalan usaha tani,. Dua kelompok tani dimaksud adalah Kelompok Tani Karya Usaha dan Karya Usaha Bersama masing-masing beralamat di RT 08 dan RT 027 Kelurahan Waru, Kecamatan Waru. Mereka kesal karena tidak bisa mengeluarkan hasil panen akibat adanya penutupan jalan yang dilakukan oleh pemilik lahan. Pihak Kelurahan Waru menanggapi permasalahan yang dikeluhkan oleh warga, sekitar pukul 09.00 Wita (25/4) pertemuan pun dilakukan bersama warga beserta anggota Kelompok Tani, tampak hadir Lurah Waru, Babinsa, Kanit Reskrim Polsek Waru, Bhabinkamtibmas, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) LPM Ketua Kelompok Tani, hadir pula UPTD.PU Kecamatan Waru. ...

Babinsa Bersama Warga Bergotong Royong Benahi Saluran Air di Bangun Mulya

Penajam Terkini – Babinsa Koramil 0913-02/Waru, Kodim 0913/PPU, mengikuti gotong royong bersama warga di Desa Bangun Mulya, Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim, Minggu 7/7/2019. Koramil 0913-02/Waru, melalui, Babinsa Desa Bangun Mulya, Sertu Nainggolan mengatakan, mereka ikut gotong-royong bersama warga Desa Bangun Mulya Kecamatan Waru, untuk membenahi saluran air serta gorong-gorong di jalan-jalan Desa. Kegiatan sosial di berbagai tempat seperti saluran air kemudian jalan, tempat ibadah, dan fasilitas lainnya, hari ini (7/7) melakukan kegiatan gotong-royong serempak dari 16 RT yang ada di Desa Bangun Mulya. Gerakan kerjasama atau gotong-royong serempak ini kata Sertu Nainggolan, selain dalam rangka HUT Desa Bangun Mulya ke IX,  sekaligus menumbuhkan rasa kebersamaan dalam berkehidupan di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang akhir-akhir ini sudah mulai cenderung menurun," tuturnya Nainggolan menambahkan, Babinsa selalu siap dan saya sangat lah mend...