(Fatimah Az-Zahra.S.E.I, Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
Takwa berasal dari kata arab “ waqa-yaqi-wiqayah” yang artinya memelihara diri dari siksaan Allah yaitu dengan mengikuti segala perintah dan menjahui segala larangan-Nya. Salah satu mufassir Imam ath-Thabari juga menerangkan makna taqwa, yang mengutip Al-Hasan menyatakan, “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka.” (Lihat: Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân li Ta’wîl al-Qur’ân, I/232-233).
Hal ini juga sejalan dengan tujuan satu-satunya penciptaan manusia dan jin dimuka dunia ini yakni beribadah hanya kepada Allah SWT. Bisa dilihat secara jelas didalam surah Ad-Dzariyat: 56 yang artinya “ Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.
Seseorang yang mengerjakan perbuatan apapun yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah, dan ikhlas semata-mata mengharap Ridha Allah SWT inilah yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah SWT.
Maka sudah selayaknya kita senantiasa sadar posisi kita sebagai hamba Allah yang siap tunduk dan patuh pada seluruh Syariat Islam dan menyiapkan diri untuk menghadapi beragam ujian kehidupan yang menanti didepan kita dengan hanya beribadah kepada Allah. Sehingga kita mendapatkan ketakwaan dengan sebenar-benarnya takwa. Hanya Dengan ketakwaan kebahagiaan didunia dan diakhirat didapatkan.
Bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan puasa Ramadhan atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah; sementara ia biasa berzina, terlibat riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat dan menolak penerapan syariah secara kâffah. Takwa itu totaliatas bukan setengah-setengah.!
Padahal didalam Al-Quran sudah diterangkan bahwa hukum yang wajib didengar dan ditaati itu hanyalah hukum/aturan Allah SWT.
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan dia pemberi keputusan yang paling baik,” (Q.S Al-An’am :57)
Tapi hal itu tidak didapati oleh sistem saat ini yang para penguasa dan wakil rakyat dalam sistem demokrasi mengambil peran Allah SWT dalam menciptakan Aturan kehidupan dalam aspek Negara. Coba perhatikan, hasil hukum yang dihasilkan oleh mereka sering menabrak hukum-hukum Allah. Yang Allah haramkan, mereka halalkan. Yang Allah bolehkan, malah mereka larang.
Zina yang haram, mereka lokalisasi. Mendakwahkan khilafah ajaran Islam, tak diizinkan karena dianggap bertentangan dengan demokrasi dan banyak lagi yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam tapi di bolehkan untuk dijalankan dalam kehidupan umat Islam.
Ditengah sistem rusak yang mendominasi kehidupan ini kita jangan pernah bosan untuk intropeksi diri dan berkomitmen untuk menjadi lebih baik lagi disetiap detiknya dengan menjaga amaliyah kita agar senantiasa sesuai dengan aturan Islam. Sambil berusaha secara total memperbaiki masyarakat dan Negara tercinta ini dengan Islam agar bersama dalam ketakwaan kepada Allah.
Mumpung masih ada kesempatan, marilah jadikan momentum puasa Ramadhan kali ini sebagai tonggak perbaikan diri dengan senantiasa menjalankan aturan dan larangan Allah SWT untuk diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari tanpa tapi tanpa nanti. Semoga kita semua sukses melaksanakan puasa Ramadhan ini dan memperoleh ketakwaan sejati yang terwujud dalam diri kita, masyarakat kita, dan negeri kita ini. Aamiin Allahuma Aamiin.!!
Komentar
Posting Komentar