Oleh : Faizah Rukmini, S.Pd
(Pemerhati Persoalan Sosial dan Politik Ummat)
Melalui kebijakan pemerintah, gas non subsidi dan membuat kelangkaan pada gas subsidi 3kg, serta mengganti tabung gas dari gas melon menjadi brigth gas yang harganya mahal sudah dirasakn oleh masyarakat. Padahal didalam Al Quran sumber daya alam karunia Allah yang terkandung di bumi adalah sarana untuk menunjang kehidupan manusia di bumi. Namun penghidupan sempit diialami oleh masyarakat dan kebutuhan dasar seperti pangan, kesehatan, pendidikan dan lainnya semakin sulit didapatkan.
Padahal, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai penghasil gas bumi terbesar di kawasan Asia Pasifik. Berada di bawah China dan Australia. https://m.liputan6.com/news/ read/3020454/mengintip-ladang- penghasil-gas-terbesar-di- indonesia
Di Indonesia setidaknya ada 10 KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang menyumbang kontribusi produksi gas terbesar di antaranya :
1. Total E&P Indonesie/PHM di Blok Mahakam produksi 1.504 MMSCFD
2. BP Tangguh di Blok Berau Wieiagar,Muturi produksi 1.168 MMSCFD
3. PT Pertamina EP di Blok seluruh Indonesia produski 952 MMSCFD
4. Conocophilip (Grisik) LTD di Blok Corridor produksi 980 MMSCFD
5. JOB Pertamina di Medco Tomori Sulawesi produksi Blok Senoro Toili produksi 309 MMSCFD
6. Petrochina International Jabung LTD di Blok Jabung produksi 256 MMSCFD
7. Premier Oil Natuna Sea B.V di Blok Natuna Sea Block A produksi 239 MSSCFD
8. Medco Natuna di Blok South Natuna Sea B produksi 227 MMSCFD
9. Kangenan Energy Indonesia Limited Blok Onshore & Offshore di Kangenan produksi 203 MMSCFD
10. VICO-Blok Sangan-Sanga produksi 153 MMSCFD
https://economy.okezone.com/ read/2017/07/07/320/1730672/ 10-perusahaan-penghasil- minyak-dan-gas-terbesar-di-ri- siapa-saja#lastread
2. BP Tangguh di Blok Berau Wieiagar,Muturi produksi 1.168 MMSCFD
3. PT Pertamina EP di Blok seluruh Indonesia produski 952 MMSCFD
4. Conocophilip (Grisik) LTD di Blok Corridor produksi 980 MMSCFD
5. JOB Pertamina di Medco Tomori Sulawesi produksi Blok Senoro Toili produksi 309 MMSCFD
6. Petrochina International Jabung LTD di Blok Jabung produksi 256 MMSCFD
7. Premier Oil Natuna Sea B.V di Blok Natuna Sea Block A produksi 239 MSSCFD
8. Medco Natuna di Blok South Natuna Sea B produksi 227 MMSCFD
9. Kangenan Energy Indonesia Limited Blok Onshore & Offshore di Kangenan produksi 203 MMSCFD
10. VICO-Blok Sangan-Sanga produksi 153 MMSCFD
https://economy.okezone.com/
Persoalan SDAE Migas tidak ada hentinya. Negara yang tak berdaya dihadapan para kapitalis dan negara penjajah dengan senang hati menyerahkan seluruh aset negara untuk dikelola oleh pihak swasta baik lokal maupun luar negeri.
Kebutuhan ummat akan migas ini menjadi suatu hal menarik bagi para pemilik modal terutama dalam meraih keuntungan sebesar besarnya dan dalam mempertahankan hegemoni ideologi sekulerisme yang menjaga kelangsungan imperialisme dan neoliberalisme dalam bidang pengelolaan sumber daya Alam.
Prinsip dalam pengelolaannya pun berdasarkan sistem kapitalis. Antara negara dan pengusaha saling bekerjasama untuk mencari keuntungan dengan menjual SDAE ke pada ummat dengan harga yang mahal dan menghilangkan subsidi perlahan demi perlahan.
Islam menjamin pengelolaan SDAE demi kemaslahatan Ummat
Islam sebagai sebuah ideologi, akan memastikan pengaturan urusan ummat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat membawa pada kesejahteraan. Islam telah memberikan panduan pengaturan sumber daya Alam, termaksud gas Alam.
] هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا … (٢٩) [
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …”. (Q.S. Al-Baqarah [2]:29)
Minyak dan Gas Alam merupakan salah satu sumber energi di bumi yang diciptakan oleh Allah. Maka pengaturan pengelolaannya pun harus dikembalikan kepada aturan Allah Swt yakni Syariat Islam.
Menurut pandangan Islam, hutan dan barang tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara yang hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan primer semisal pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.
Sistem ekonomi Islam melarang atas sesuatu yang menjadi milik umum –termasuk dalam hal ini SDA yang kandungannya sangat banyak– untuk dimiliki individu. Baik yang tampak sehingga bisa didapat tanpa harus bersusah payah –seperti garam, batubara, dan sebagainya– ataupun tambang yang berada di dalam perut bumi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan usaha keras –seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, timah dan sejenisnya– baik berbentuk padat semisal kristal ataupun berbentuk cair, semisal minyak, termasuk milik umum.
Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola oleh negara yang hasilnya diberikan kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada hadis riwayat Imam at-Turmidzi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadis itu, disebutkan bahwa Abyad pernah meminta kepada rasul untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan permintaan itu, tetapi segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-’iddu).” Rasulullah kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya.”
Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Yang menjadi fokus dalam hadis tersebut tentu saja bukan “garam”, melainkan tambangnya. Penarikan kembali pemberian rasul kepada Abyadh adalah ‘illat (latar belakang hukum) dari larangan atas sesuatu yang menjadi milik umum –termasuk dalam hal ini SDA yang kandungannya sangat banyak– untuk dimiliki individu. Dalam hadis yang dituturkan dari Amr bin Qais lebih jelas lagi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan garam di sini adalah tambang garam (ma’dan al-milh).
Dalam sistem ekonomi Islam, menurut An-Nabhani (1990), negara mempunyai sumber-sumber pemasukan tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat melalui baitul mal. Baitul mal adalah kas negara untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran harta yang dikelola oleh negara. Mekanisme pemasukan maupun pengeluarannya ditentukan oleh syariat Islam. Pemasukan dan pengeluarannya kas baitul mal adalah:
1. Sektor kepemilikan individu.
Pemasukan dari sektor kepemilikan individu ini berupa zakat, infak, dan sedekah. Untuk zakat, karena kekhususannya, harus masuk kas khusus dan tidak boleh dicampur dengan pemasukan dari sektor yang lain. Dalam pengeluarannya, khalifah (kepala negara dalam pemerintahan Islam) harus mengkhususkan dana zakat hanya untuk delapan pihak, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh al-Quran surah at-Taubah ayat 60.
Pemasukan dari sektor kepemilikan individu ini berupa zakat, infak, dan sedekah. Untuk zakat, karena kekhususannya, harus masuk kas khusus dan tidak boleh dicampur dengan pemasukan dari sektor yang lain. Dalam pengeluarannya, khalifah (kepala negara dalam pemerintahan Islam) harus mengkhususkan dana zakat hanya untuk delapan pihak, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh al-Quran surah at-Taubah ayat 60.
2. Sektor kepemilikan umum.
Sektor ini mencakup segala milik umum seperti hasil tambang, minyak, gas, listrik, hasil hutan, dsb. Pemasukan dari sektor ini dapat digunakan untuk kepentingan: (a) Biaya eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam; mulai dari biaya tenaga kerja, pembangunan infrastruktur, penyediaan perlengkapan, hingga segala hal yang berhubungan dengan dua kegiatan pengelolaan sumber daya alam di atas. (b) Dibagikan secara langsung kepada masyarakat yang memang merupakan pemilik sumberdaya alam. Khalifah boleh membagikannya dalam bentuk benda yang memang diperlukan seperti air, gas, minyak, listrik secara gratis; atau dalam bentuk uang hasil penjualan. (c) Sebagian dari kepemilikan umum ini dapat dialokasikan untuk biaya dakwah dan jihad.
Sektor ini mencakup segala milik umum seperti hasil tambang, minyak, gas, listrik, hasil hutan, dsb. Pemasukan dari sektor ini dapat digunakan untuk kepentingan: (a) Biaya eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam; mulai dari biaya tenaga kerja, pembangunan infrastruktur, penyediaan perlengkapan, hingga segala hal yang berhubungan dengan dua kegiatan pengelolaan sumber daya alam di atas. (b) Dibagikan secara langsung kepada masyarakat yang memang merupakan pemilik sumberdaya alam. Khalifah boleh membagikannya dalam bentuk benda yang memang diperlukan seperti air, gas, minyak, listrik secara gratis; atau dalam bentuk uang hasil penjualan. (c) Sebagian dari kepemilikan umum ini dapat dialokasikan untuk biaya dakwah dan jihad.
3. Sektor kepemilikan negara.
Sumber-sumber pemasukan dari sektor ini meliputi fa’i, ghanimah, kharaj, seperlima rikaz, 10 persen dari tanah ‘usyriyah, jizyah, waris yang tidak habis dibagi dan harta orang murtad. Untuk pengeluarannya diserahkan pada ijtihad khalifah demi kepentingan negara dan kemashlahatan umat. ( https://penakampusbogor. wordpress.com/2012/01/30/ politik-ekonomi-islam-melalui- khilafah-islamiyyah-jawaban- pengelolaan-sda-negeri-islam- menuju-negara-mandiri-dan- berpengaruh/ )
Sumber-sumber pemasukan dari sektor ini meliputi fa’i, ghanimah, kharaj, seperlima rikaz, 10 persen dari tanah ‘usyriyah, jizyah, waris yang tidak habis dibagi dan harta orang murtad. Untuk pengeluarannya diserahkan pada ijtihad khalifah demi kepentingan negara dan kemashlahatan umat. ( https://penakampusbogor.
Problem pengelolaan SDAE akan berkah dan mampu menyelesaikan problematika ummat, hanya dengan menjadikan Islam sebagai satu-satunya rujukan. Pengelolaan SDAE ditopang dengan kemandirian negara dalam bidang ekonomi, politik, hukum dan lainnya hanya akan terwujud dibawah kepemimpinan Islam yakni Khilafah Islamiyah yang menjadikan aqidaj Islam sebagao asas dalam pengelolaan SDAE .
Wallahu a’lam bi showab.
Komentar
Posting Komentar