Foto: Ilustrasi
(Fatimah Az-Zahra.S.E.I, Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
(Fatimah Az-Zahra.S.E.I, Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
Neoliberalisme adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara dibidang ekonomi. Karena negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu, Swasta atau Korporat (perusahaan).
Neoliberalisme merupakan formulasi terbaru untuk mengekspolitasi secara besar-besaran atas seluruh kekayaan yang dimiliki oleh bangsa ini melalui Privatisasi Sector Public, Liberalisasi, perdagangan pasar bebas, pencabutan subsidi negara guna menyerahakan pada harga pasar dunia.
Maka dampak dari Neoliberalisme ini adalah pencabutan subsidi secara massal yang berakibat naiknya BBM, naiknya tariff TOL, naiknya tarif dasar listrik, hingga naiknya tarif gas elpiji dan harga-harga kebutuhan pokok lainnya ikut meroket naik yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Ini terjadi dikarenakan sector-sector strategis miliki bangsa ini sudah diambil alih oleh Asing melalui jalan Neoliberalisme dan diperkuat oleh undang-undang pro Asing seperti UU Liberal, UU penanaman Modal Asing, dsb. Jika hal ini dibiarkan keadaan ekonomi bangsa ini akan semakin terpuruk bahkan binasa.
Baru-baru ini Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menanggapi adanya kenaikan BBM nonsubsidi, menurutnya salah satu solusi untuk mengatasi kenaikan BBM adalah dengan mendorong pengendara untuk beralih ke penggunaan kendaraan elektrik atau electric vehicle (EV). Solusi tersebut dinilai baik agar masyarakat tidak lagi takut untuk beralih ke kendaraan listrik. (kricom.id).
Itu bukan solusi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bahkan menambah persoalan baru karena masyarakat harus mengeluarkan dana lebih untuk membeli mobil listrik yang sudah pasti tidak murah harganya dan sudah menjadi opini bersama bahwa tarif listrik pun seringkali mengalami kenaikan, hal ini tidak mungkin hadir sebagai solusi ditengah lesunya ekonomi keluarga, jika masih dipaksakan sama halnya seperti pepatah sudah jatuh yang tertimpa tangga dan tembok rumah sekalian, sakitnya berlipat-lipat, kasihan rakyat.
Jika para Pejabat tidak berpihak kepada kepentingan rakyatnya sendiri, maka siapa lagi yang akan memperjuangkan hak rakyat dan memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak. Apalagi satu-satunya alasan keberadaan pejabat pemerintahan dipangung kekuasaan negeri ini adalah untuk mewakili rakyat dalam menyampaikan kebutuhan mereka, mengurus rakyat dengan sepenuh hati. Namun api jauh dari pangangan, rakyat kembali dikecewakan.
Sudah semestinya para pejabat negara hadir untuk menyelesaikan beragam problem ekonomi termasuk penolakkan pengadobsian sistem keliru seperti Neoliberalisme ini sehingga tidak menambah kacau keadaan ekonomi Indonesia. Apalagi peran vital sistem ekonomi sudah menjadi pengetahuan bersama sebagai penentu stabilitas roda pemerintahan negeri. Sehingga harus di jaga kedaulatannya sebagai otoritas Negara bukan digantungkan pada kehendak Asing.
Berbeda halnya dengan peradaban Islam yang dicontohkan langsung oleh Rosulullah SAW di bumi Madinah dimasa lalu. Saat Rosulullah SAW menerapkan syariat islam secara total di Madinah, maka seluruh praktek polesosbudhankam berdasarkan prinsip Al-Qur’an secara total tanpa keraguan sedikitpun. Sehingga menghasilkan buah yang manis, yakni kesejahteraan dan keberkahan dari langit dan bumi.
Bahkan pada prakteknya peradaban Islam selama 13 Abad mampu melahirkan para penjabat Negara yang Sholih dan membanggkan karena mampu menjalankan amanahnya secara lahir dan batin atas dorongan iman. Sebagaimana sosok Umar bin Khatab, Umar bin Abdul Aziz, Muhammad Al-Fatih, Salahudin al-ayubi, dll.
Komentar
Posting Komentar