Oleh : Faizah Rukmini, S.Pd
(Pengamat Sosial & Politik)
Pada saat penaklukan Irak, kaum muslimin mendapatkan harta ghanimah (harta rampasan
perang). Kemudian harta itu didatangkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab. Pengurus
Baitul Maal berkata," Biar aku masukkan ke Baitul Maal".
Uman berkata , "Jangan. Demi Allah, harta itu tidak ditempatkan dibawah atap sebuah
rumah pun hingga aku membagikannya". Harta itu kemuvdian diletakkan di masjid dan
dijaga oleh beberapa sahabat.
Saat para sahabat melihat tumpukan harta, belum pernah mereka melihat pemandangan
harta sebanyak itu. Mereka melihat emas, permata,Zamrud dan mutiara saling berkilauan.
Dengan harta yang melimpah itu, para sahabat beryukur dan bergembira.
Namun berbeda dengan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berkata "Aku, demi Allah, tidak
sependapat dengan pendapatmu. Akan tetapi, tidaklah ini terjadi pada suatu kaum, kecuali
keburukan mereka akan terjadi diantara mereka".
Kemudian Umar Bin Khattab menghadap kiblat dan mengankat kedua tangannya. Beliau
lalu berdoa,"Ya Allah, aku berlindung kepadamu agar aku tidak menjadi orang yang
berangsur-angsur tertarik kearah kebinasaan. Sungguh, aku mendengar Engkau berfirman ;
" Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur kearah kebinasaan) dari arah yang
tidak mereka ketahui (TQS. Al Qalam : 44). [Dalam Ajhizah Daulah, Bab Baitul Maal]
Begitulah Khalifah Umar sebagai seorang kepala negara islam pada masanya. Kualitas
dirinya sebagai hamba Allah dan Amirul Mukmini membuatnya menjadi takut dengan harta
yang banyak pabila tidak dikelola dengan benar. Hingga doapun Beliau panjatkan agar tidak
mengarah pada kebinasaan.
Khalifah Umar Bin Khattab sangat menjaga amanah dalam mengelola harta, terlebih lagi
bahwa itu harta yang menjadi hak ummat dan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah
Swt.
Berbeda dengan masa kini di Era Sekulerisme Kapital rebutan harta terjadi tak peduli
dengan jalan apapun ditempuh untuk mendapatkan harta,menjajah dan marampok
kekayaan alam negeri-negeri muslim. Harta apapun itu. Tak hanya memperebutkan harta
namun pengelolaan harta pun negeri kita berada dalam tekanan asing.
Era Sekulerisme-kapitalis, materi adalah segalanya. Semua orientasi diukur dengan materi
dan manfaat semata. Diperbudak materialisme penjajah kafir.
Berikut jerat hutang luar negeri. Kegilaan terhadap harta pun tampak dengan kerelaan para
penguasa negeri menerima suapan hutang asing-aseng melalui lembaga penghutang dan
negara-negara penjajah dengan jaminan aset kekayaan negeri. Harta ummat direbut
dengan berbagai cara, menjualnya kepada asing dengan dalih peningkatan pembangunan
dengan investasi Asing-Aseng yang menguasai.
Para penguasa tak mau peduli lagi tentang siapa dan bagaimana mengelola SDAE dengan
mandiri tanpa tekanan Asing-Aseng. Pemerintah tidak peduli lagi kepemilikian siapa harta
yang ada dimuka bumi. Selama kedudukan nya, kekuasaannya dan kepentingan sistem
sekuler-kapital bisa bertahan dan menjajah.
Inilah kelalaian dalam mengelola harta inilah yang dapat mengantarkan kebinasaan.
Di satu sisi ketidakadilanpun terjadi Distribusi harta di tengah masyarakat tidak merata. Kita
telah menyaksikan berbagai fenomena, termasuk di negara yang kita cintai ini. Kehidupan
para elit penguasa didominasi oleh kepentingan materi. Gaji pejabat saja luar biasa,
ditengah kondisi kemiskinan yang semakin menggurita dan korupsi yang kian menjadi.
Kesenjangan ekonomi terjadi antara si kaya dan si miskin,antara pengusaha dan buruh,
antara penguasa dan rakyat. Sungguh ironi di negeri kita yang dilimpahkan harta kekayaan
ang sangat besar dari Allah. Masyarakat harus membayar pajak, setiap kebutuhan dasar
ummat yang ingin dipenuhi harus dengan pajak, pajak sembako, pajak kendaraan, bergelut
dengan harta ribawi. Untuk mendapatkan kesehatan yang memadai pun masyarakat harus
membayar dengan mahal.
Wajar saja pabila kini masyarakat tidak lagi percaya dengan sistem yang ada saat ini. Inilah
yang harus diperhatikan dan dikritisi oleh seluruh elemen individu, masyarakat bahkan
negara.
Bahwa harta yang ada dimuka bumi adalah milik Allah. Sehingga hanya Allahlah yang
berhak menetapkah aturan tentang kepemilikian dan pengelolaan harta. Bagitupun
pengelolaannya, dari pemasukan hingga pembelanjaan harta. Selama pengelolaan harta
tidak berdasarkan syariat Islam maka tentulah kebinasaan yang akan terjadi.
Firman Allah Swt :
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun
membukakan semua pintupintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam putus asa”.(QS. Al-An’am ayat 44).
Wallahu a’lam bi showab.
(Pengamat Sosial & Politik)
Pada saat penaklukan Irak, kaum muslimin mendapatkan harta ghanimah (harta rampasan
perang). Kemudian harta itu didatangkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab. Pengurus
Baitul Maal berkata," Biar aku masukkan ke Baitul Maal".
Uman berkata , "Jangan. Demi Allah, harta itu tidak ditempatkan dibawah atap sebuah
rumah pun hingga aku membagikannya". Harta itu kemuvdian diletakkan di masjid dan
dijaga oleh beberapa sahabat.
Saat para sahabat melihat tumpukan harta, belum pernah mereka melihat pemandangan
harta sebanyak itu. Mereka melihat emas, permata,Zamrud dan mutiara saling berkilauan.
Dengan harta yang melimpah itu, para sahabat beryukur dan bergembira.
Namun berbeda dengan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berkata "Aku, demi Allah, tidak
sependapat dengan pendapatmu. Akan tetapi, tidaklah ini terjadi pada suatu kaum, kecuali
keburukan mereka akan terjadi diantara mereka".
Kemudian Umar Bin Khattab menghadap kiblat dan mengankat kedua tangannya. Beliau
lalu berdoa,"Ya Allah, aku berlindung kepadamu agar aku tidak menjadi orang yang
berangsur-angsur tertarik kearah kebinasaan. Sungguh, aku mendengar Engkau berfirman ;
" Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur kearah kebinasaan) dari arah yang
tidak mereka ketahui (TQS. Al Qalam : 44). [Dalam Ajhizah Daulah, Bab Baitul Maal]
Begitulah Khalifah Umar sebagai seorang kepala negara islam pada masanya. Kualitas
dirinya sebagai hamba Allah dan Amirul Mukmini membuatnya menjadi takut dengan harta
yang banyak pabila tidak dikelola dengan benar. Hingga doapun Beliau panjatkan agar tidak
mengarah pada kebinasaan.
Khalifah Umar Bin Khattab sangat menjaga amanah dalam mengelola harta, terlebih lagi
bahwa itu harta yang menjadi hak ummat dan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah
Swt.
Berbeda dengan masa kini di Era Sekulerisme Kapital rebutan harta terjadi tak peduli
dengan jalan apapun ditempuh untuk mendapatkan harta,menjajah dan marampok
kekayaan alam negeri-negeri muslim. Harta apapun itu. Tak hanya memperebutkan harta
namun pengelolaan harta pun negeri kita berada dalam tekanan asing.
Era Sekulerisme-kapitalis, materi adalah segalanya. Semua orientasi diukur dengan materi
dan manfaat semata. Diperbudak materialisme penjajah kafir.
Berikut jerat hutang luar negeri. Kegilaan terhadap harta pun tampak dengan kerelaan para
penguasa negeri menerima suapan hutang asing-aseng melalui lembaga penghutang dan
negara-negara penjajah dengan jaminan aset kekayaan negeri. Harta ummat direbut
dengan berbagai cara, menjualnya kepada asing dengan dalih peningkatan pembangunan
dengan investasi Asing-Aseng yang menguasai.
Para penguasa tak mau peduli lagi tentang siapa dan bagaimana mengelola SDAE dengan
mandiri tanpa tekanan Asing-Aseng. Pemerintah tidak peduli lagi kepemilikian siapa harta
yang ada dimuka bumi. Selama kedudukan nya, kekuasaannya dan kepentingan sistem
sekuler-kapital bisa bertahan dan menjajah.
Inilah kelalaian dalam mengelola harta inilah yang dapat mengantarkan kebinasaan.
Di satu sisi ketidakadilanpun terjadi Distribusi harta di tengah masyarakat tidak merata. Kita
telah menyaksikan berbagai fenomena, termasuk di negara yang kita cintai ini. Kehidupan
para elit penguasa didominasi oleh kepentingan materi. Gaji pejabat saja luar biasa,
ditengah kondisi kemiskinan yang semakin menggurita dan korupsi yang kian menjadi.
Kesenjangan ekonomi terjadi antara si kaya dan si miskin,antara pengusaha dan buruh,
antara penguasa dan rakyat. Sungguh ironi di negeri kita yang dilimpahkan harta kekayaan
ang sangat besar dari Allah. Masyarakat harus membayar pajak, setiap kebutuhan dasar
ummat yang ingin dipenuhi harus dengan pajak, pajak sembako, pajak kendaraan, bergelut
dengan harta ribawi. Untuk mendapatkan kesehatan yang memadai pun masyarakat harus
membayar dengan mahal.
Wajar saja pabila kini masyarakat tidak lagi percaya dengan sistem yang ada saat ini. Inilah
yang harus diperhatikan dan dikritisi oleh seluruh elemen individu, masyarakat bahkan
negara.
Bahwa harta yang ada dimuka bumi adalah milik Allah. Sehingga hanya Allahlah yang
berhak menetapkah aturan tentang kepemilikian dan pengelolaan harta. Bagitupun
pengelolaannya, dari pemasukan hingga pembelanjaan harta. Selama pengelolaan harta
tidak berdasarkan syariat Islam maka tentulah kebinasaan yang akan terjadi.
Firman Allah Swt :
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun
membukakan semua pintupintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam putus asa”.(QS. Al-An’am ayat 44).
Wallahu a’lam bi showab.
Komentar
Posting Komentar